banner 728x250
Berita  

Menyibak Skandal Penerimaan PHL di PDAM Bengkulu: Korupsi Terstruktur atau Drama Tanpa Penyelesaian?

Gedung PDAM Tirta Hidayah Kota Bengkulu—pusat kontroversi skandal rekrutmen Pegawai Harian Lepas (PHL) yang mengundang sorotan publik.
banner 120x600
banner 468x60

Bengkulu, JejakRaflesia.com – Provinsi Bengkulu membutuhkan lebih dari sekadar aparat penegak hukum berseragam. Daerah ini butuh penegakan hukum yang jujur, berani, dan bebas dari kendali politik, agar mampu membersihkan praktik korupsi yang kian membusuk di banyak lini pemerintahan.

Penegakan hukum yang lamban, penuh drama pemeriksaan, tapi minim eksekusi, hanya akan memperpanjang umur mafia anggaran dan mempermalukan sistem peradilan.

banner 325x300

Salah satu contoh nyata saat ini kasus skandal penerimaan Pegawai Harian Lepas (PHL) di tubuh PDAM Tirta Hidayah Kota Bengkulu, yang hingga hari ini, masih berputar-putar dalam proses penyelidikan Polda Bengkulu.

PDAM yang seharusnya menjadi institusi pelayanan publik, justru menyimpan kisah yang tak sedingin air yang mereka distribusikan. Sejak dua tahun terakhir, rekrutmen PHL disinyalir tidak lagi melalui jalur prosedural, melainkan melalui jalur setoran.

“Kami disuruh oleh atasan kami, dapat upah setiap yang kami bawa untuk jadi calon PHL,” kata AR, salah satu saksi yang telah diperiksa di Gedung Reskrimsus Polda Bengkulu, Rabu (4/6/25).

Pernyataan ini membuka tabir praktik ijon pekerjaan yang menjamur di tubuh BUMD. Mereka yang menyetor, bisa langsung masuk bekerja. Tanpa seleksi, tanpa transparansi.

Dan patut dicurigai, lonjakan penerimaan PHL ini tidak terjadi dalam ruang hampa. Bersamaan dengan panasnya suhu politik menjelang Pemilu dan Pilkada 2024.

PDAM seperti berubah fungsi dari institusi pelayanan air bersih menjadi ATM politik bagi aktor-aktor tertentu.

Dari total 104 PHL yang mengikuti proses reassessment pada Mei 2025, mayoritas direkrut dalam rentang Oktober 2023 hingga Januari 2024—tepat di masa krusial konsolidasi kekuatan partai dan penggalangan logistik pemilu.

Mereka yang menyetor bukan hanya “beli kerja”, tapi diduga kuat juga dijadikan bagian dari pasukan politik lapangan yang loyal kepada pihak-pihak tertentu yang sedang memburu kursi kekuasaan.

Lucunya dan patut dipertanyakan, tidak ada satu pun Dewan Pengawas maupun Pembina PDAM yang bersuara saat praktik ini berlangsung.

Tidak ada evaluasi internal. Tidak ada pengawasan anggaran. Semua seolah bungkam, hingga akhirnya penyelidikan resmi Subdit Tipidkor Polda Bengkulu dimulai awal 2025.

Namun hingga hari ini, belum ada satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Sementara uang telah mengalir, ratusan orang telah bekerja, dan dugaan gratifikasi sudah terang di permukaan.

“Kita berharap Polda tegak lurus dalam mengusut tuntas dugaan kasus suap dan gratifikasi ini,” ujar Praktisi Hukum Achmad Tarmizi Gumay SH MH, dikutip dari salah satu media massa, Senin (16/6).

Tarmizi juga menekankan pentingnya ketegasan terhadap siapa pun yang mencoba merintangi penyidikan. Karena dugaan keterlibatan bukan hanya satu atau dua oknum, tapi sudah membentuk struktur korupsi berjamaah, dari pengumpul nama, penghubung ke manajemen, hingga pengatur setoran uang masuk.

Ironi berikutnya terjadi saat para PHL yang telah bekerja lebih dari setahun justru disuruh ikut reassessment ulang—tanpa jaminan posisi. Mereka yang dulu disuruh setor, kini harus duduk di ruang ujian, seolah-olah proses awal tidak pernah ada.

“Mereka disuruh ikut tes ulang, padahal dari awal tidak pernah ada seleksi seperti ini,” tutur seorang keluarga PHL.

Jika dibiarkan, ini bukan hanya mencoreng nama PDAM. Ini menghancurkan kepercayaan publik terhadap tata kelola BUMD dan mempermalukan wajah pelayanan publik di Bengkulu.

Apa jadinya jika institusi negara justru dijadikan panggung untuk memperkaya diri, menggalang dana politik, dan menjual mimpi pekerjaan kepada rakyat kecil?

Dan kini, pertanyaan yang menggantung tajam di ruang publik, Beranikah Polda Bengkulu menyentuh tangan-tangan kuat di balik aliran uang haram ini? Apakah APH benar-benar sanggup menyeret semua yang terlibat? Apakah yang dihukum nantinya adalah yang berani pasang badan saja? Ataukah kasus ini hanya akan hilang dan tenggelam seperti bangunan Kota Tuo yang senyap tanpa ada tersangka.

Tingkat kepercayaan publik khususnya masyarakat Bengkulu serta kredibilitas pihak Kepolisian kembali diuji.

sumber: Satujuang.com

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *